"Ikhlas memang sangat mudah sekali untuk diucapkan tapi sangat sulit untuk dijalankan. Sungguh sangat membutuhkan proses yang begitu panjang sehingga bisa membimbing kita pada sebuah keikhlasan".

6/21/2011

tragedi tahunan anak negeri

Setiap tahun pemandangan ini selalu terlihat,dimana anak- anak yang duduk dikelas 12 , dikelas 9 ( dulu kelas 3) SMA dan SMP, mereka seolah - olah menjadi korban pendidikan di negeri ini, bagaimana tidak mereka di porsir dalam belajar mereka, mereka seperti sapi perah atau kuda yang mau tidak mau harus menjalani itu semua dengan dalih nilai NUN mereka biar baik. Namun pada kenyataannya ketika pelaksanaan UAN, banyak terjadi kecurangan dan skandal di dalam sekolah-sekolah, dimana banyak tersebar sms ( pesan singkat ) mengenai jawaban dari UAN itu sendiri.Pertanyaannya buat apa ada tingkatan-tingkatan disekolah,bukankah anak masuk sekolah langsung UAN, kemudian lulus selesai. Tidak membuang-buang waktu untuk sekolah. siapa yang mau dipersalahkan kalau hal ini terjadi tiap tahun. Pihak sekolah dituntut habis-habisan oleh diknas pendidikan untuk membuat semua siswanya lulus, ini sangat lucu membuat semua siswa lulus, tapi tidak berpikir tentang latar belakang, kapasitas, dan SDM, dari siswa yang ada. Sehingga terjadilah skandal-skandal yang seharusnya tidak terjadi di dunia pendidikan, seperti celetuk dari seorang teman " anak-anak sekolah sekarang diajari maling, jadi jangan salahkan bila kelak jadi maling ."
Disamping masalah itu, perlu di perhatikan lagi, setelah pesta kelulusan dari anak-anak yang seperti lepas dari tirani UAN, mereka dihadapkan pada pendaftaran sekolah baru atau keperguruan tinggi, yang tetek bengeknya menghabiskan jatah dapur. OK, kita lihat adik-adik mereka, sebelum ujian akhir semester mereka harus menyelesaikan bab-bab yang sebenarnya hanya 1/4 saja bab itu berada di otak mereka,sebab keasyikan mereka akan bermain-main, mereka seolah-olah merdeka tanpa tanggungan hingga di akhir-akhir semester mereka seharusnya mendapat nilai bagus malah dapat jeblog, dapat nilai bagus nilai dari belas kasihan. Terus bagaimana kalau semacam ini terus,mau jadi apa nanti negeri ini.
Ada cerita dari seorang anak sekolah yang kujumpai di trotoar, dia diam sambil memegang lembaran kertas, dan tanya kertas apa itu?" " anu mas kertas tentang pembayaran semester depan."
kemudian aku tanya lagi " kapan raportannya?" " hari ini.  " lah raportmu mana??"
" belum bisa diambil, soalnya masih ada yang kurang administrasiku,,"
" kurang banyak ya.??"
" cuma kurang Rp 15.000 mas.??
 wah, bener-bener nih, hanya kurang Rp 15.000 tidak bisa mengambil raport,yang sebenarnya adalah hak dia untuk mengetahui hasil dari jerih payahnya. tapi karena tidak mampu bayar hak itu harus tertunda, sangat sedih lagi ditangannya sekarang ada lembaran kertas pembayaran yang harus dilunasi untuk semester depan yang jelas jumlahnya lebih dari Rp 15.000.
Sungguh menyedihkan, bolehlah " jer basuki mawa bea " tapi haruskah seperti itu. disamping itu, para orang tua juga tidak semaunya dalam memperhatikan anak.
Sekolah yang biayanya banyak, yang sekolah semaunya sendiri, yang penting pakai seragam entah ilmu apa yang di dapat, sepertinya tidak peduli.
( coretan evaluasi 2011 )








Tidak ada komentar:

Posting Komentar